Meniti

    Kumulai perjalanan dengan batin yang kering. Bernaung di dalamnya memungkinkan aku bergulat dengan segala pemikiran dan pergumulan batin yang menyertai. Aku ditempa untuk menguatkan sayap agar bisa terbang mengarungi langit luas. Untuk waktu yang panjang, aku disodori keleluasaan menjelajah begitu banyak ruas dan tikungan. Dalam setahun ke depan akan kutinggalkan semuanya ; teman, sahabat, ruang, tempat, dan meja kerja yang membuatku selalu ingin kembali seusai tugas-tugas panjang.

  Kegamangan itu menghabiskan hampir seluruh energiku. Kegairahanku meredup. Aku nyaris kehilangan semua yang selama ini membuatku hidup. Padahal kegembiraan dan kegairahan adalah kekuatan yang membuatku tegak membuat keputusan-keputusan signifikan. Antusiasme membawaku berjalan dengan hati terbuka menyongsong pengalaman.

   Meski niatku sangat kuat, kegamangan terus membayangi. Pengalaman menunjukan betapa seringnya aku terbelenggu di antara rasa ragu dan rasa percaya. Aku ragu dan meragukan berbagai hal, bahkan sampai kepada hal-hal paling mendasar yang terpateri sebagai kebenaran absolut.

   KEINDAHAN adalah kesederhanaan, kesehajaan.
Itulah rahasia yang dibiarkan menguap dan harus disublimkan kembali melalui perjalanan sangat panjang. Modernitas menuntut kebaruan terus-menerus dan kecepatan dengan serangkaian kategori keberhasilan. Orang menjalani hidup dengan berlari, memburu yang serba instan, serba besar, serba hebat. Semakin tidak disadari bahwa yang dikejar adalah tepi langit yang batasnya adalah bayang-bayang.

   KERAGUAN adalah sahabatku.
Entah sejak kapan dia begitu setia menemani perjalananku. Dia menggoyahkan tetapi sekaligus membuatku selalu terjaga dan terus belajar.

  Dalam jiwa setiap orang ada lubang yang tak bisa sepenuhnya ditutup. Mungkin kita hanya bisa menutupnya 75 persen saja. Sisanya adalah tugas seumur hidup untuk menutupnya. Ada yang melakukannya dengan melayani orang lain, mengabdikan diri untuk tugas-tugas kemanusiaan dan lain-lain. Dalam 25 persen ceruk yang menganga itu juga termasuk seluruh  sifat yang harus dijinakan, yang muncul dari rasa kecemasan, kekhawatiran, ketakutan, termasuk kebohongan, keserakahan, kemarahan, kebencian, bahkan kekejian. Perang terbesar adalah perang di dalam diri menghadapi itu semua.

   Itu adalah tugas seumur hidup.

  Perjalanan ini adalah kesempatan mengendapkan sebanyak mungkin peristiwa yang sudah berlalu, namun terbiar dalam keriuhan. Entah apa yang hendak kusongsong, tetapi aku yakin, sesuatu yang luar biasa bukanlah hak eksklusif segelintir orang 'terpilih'. Semua orang dapat memilikinya. Meski demikian, hanya mereka yang mengalami lompatan kesadaran mampu melihat yang luar biasa dari pengalamannya.

   Akan kuamati gerak batinku melalui perjalanan ini.

Pariaman

Claud(y)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Apa Kabar Rindu?" @Sen

Resensi novel "Bidadari Untuk Dewa" @Asma Nadia