MONOKROM
Telah tiba aku pada
satu waktu, dimana semesta tak lagi memberiku restu untuk mencintai , terlebih
memiliki mu. Tidak sekalipun aku mengutuk takdir atas kita. Sebab percuma,
dengan atau tanpa persetujuan kita semesta akan tetap menjalankan tugas nya.
Sebelum aku benar-benar melupakanmu. Harus kau tahu sesuatu, tentang mencintaimu, aku tidak pernah setengah-setengah melakukannya. Tak apa meski kehadiranku di hidupmu hanya sebatas singgah. Perpisahan awalnya terasa mati buat ku, tapi apakah aku dan duniaku hanya berkisar tentang dirimu? Tentu saja tidak sayang. Namun jawaban ini pun baru bisa kutemukan setelah masa-masa depresi kehilanganmu. Setelah berbelas jiwa yang harus tersakiti karena ku upayakan menjadi penggantimu. Perpisahan adalah cara tuhan mengajarkan kepadaku bahwasanya kau, adalah titipan sementara untuk kebahagiaan yang temporer.
Setelah bukan kau lagi yang ku ingat ketika pagi menjemput. Dan bukan kau lagi yang menemani malam –malam panjang ku, dengan berbagai cerita menarik sepanjang hari yang kita bagi bersama. Hidupku seakan meluas. Setelah bukan perhatianmu lagi yang menjadi basis hidupku, segalanya seakan makin menakjubkan.
Pernah aku menemukan hari di mana aku jatuh cinta dengan
segala tentang kita. Juga pernah aku menemukan hari dimana segala tentang kita,
aku membencinya. Apa kau tau sayang,
ketika kau berkata bahwa betapa aku
membuatmu begitu tidak nyaman, ada hujan yang meluruh di hatiku. Aku jatuh bukan sebab luka yang hadir saat kau
memilih untuk berlalu, tapi sebab cintaku masih berjuang utuh meski perlahan
hatiku runtuh. Namun aku ingin
mengucapkan terimakasih karena tidak membiarkan ku berlama-lama bahagia dalam
kepalsuan.
Akhirnya aku belajar melepaskanmu, bukan karena aku tidak
mencintaimu lagi. Bukan juga karena sayang ku sudah habis di dalam hati. Namun
aku sadar mencintaimu sendirian bukanlah cinta yang wajar. Telah ku lepas benang masa lalu, demimu, demi kita yang baru. Dari kepergianmu aku belajar
tentang bagaimana mencintai juga melepaskan dengan baik tanpa harus melukai
apapun pada diri sendiri.
Perpisahan kita sudah mulai ku syukuri sebagai babak baru
dalam hidup. Aku, dengan atau tanpamu memilih untuk tetap hidup. Dan terpenting
, memilih untuk tetap bahagia. Sayang , kau memang pernah menjadi kebahagianku,
tapi bukan berarti kau adalahh bahagia. Kau dan bahagia berada pada eksistensi
yang berbeda. Kau bisa saja menjadi bahagiaku, tapi bahagiaku tetap (ku usahakan)
ada, dengan atau tanpamu.
Kita telah berpisah, dan aku bahagia.
Dalam sendiri aku semakin mencintai waktu. Sebagai satu-
satu nya yang setia menemani, yang dapat membantu ku lepas dari jerat masa
lalu. Kembali aku sadari bahwa aku semakin menikmati kesendirian, mensyukri
perpisahan. Tapi satu pertanyaan kembali muncul.
Kenapa kini aku terlalu bahagia sendiri, sehingga tidak
terpikirkan untuk membuka hati?
Kepada seseorang yang 1876 km jauh nya.
Ternyata ini akan menjadi "next time" yang panjang.
Kapan pulang?
Komentar
Posting Komentar